Jumat, 28 Maret 2014

Meracau Ditengah Malam Dalam Peredaran Tunggal Venus



Jika aku memiliki satu pilihan dari Allah untuk menjalani kehidupanku di hari kedepan, maka boleh kah aku meminta untuk diberi waktu yang panjang bersamamu, tuan. Ingin menikmati setiap detik perputaran waktu untuk mendampingi kamu, sebagaimana janjiku untukmu, menjadi sandaran dan bersandar, dibagi dan berbagi beragam cerita yang mewarnai hari, mendengar dan didengar, mengingat dan diingat, merindu dan dirindukan, aku ingin mengulang semua terkecuali perpisahan yang membentuk labirin antara yang dingin, beku dan kaku. Mengulang setiap momen dimana kamu akan menyingkirkan buku yang selalu menutup wajahku dalam lelap, kebiasaan membaca hingga terlelap sembari mendengarkan alunan musik pop atau jazz hingga menghadirkan kamu dalam lelap malam ku. Aku ingin merasakan kembali kehangatan ada mu disampingku saat aku lelap, terbangun sesekali ditengah malam untuk memastikan kamu masih berada disampingku, terlelap juga seperti biasanya. Ketika udara malam mulai memeluk mesra tubuhku yang lenyap dalam lelah, aku terbiasa tiba-tiba merasa hangat, bukan hanya karena selimut tebal yang kamu lebarkan diseluruh tubuhku, namun karena aku tau bahwa aku terjaga dalam tatapmu sepanjang malam, aku membutuhkan rasa itu kembali, tuan. Aku masih mengingat saat pertama kali kau mendapatiku baru saja tersadar dari lelapku yang baru sekejap, usai aku membasuh wajah dengan segarnya, kebiasaan yang kita sebut dengan berwudhu. Masih tergambar jelas wajah kucel ku dengan kerudung yang berantakan, sedangkan kamu sudah rapi dan wangi, ya aku mengingatnya dengan jelas. Di hari yang lain semua kondisi bisa bertukar, dimana aku telah rapi dan kamu hadir di depanku dengan wajah polos usai bangun dari tidur singkatmu semalam, aku ingin kembali menatap wajah itu, rindu.

Boleh ya aku ingin menulis semua yang pernah kita lewati, aku takut ingatan ku dimakan usia suatu hari nanti. Aku tak ingin melupakan setiap kenangan tentang kita, merasakan kehangatan ditengah gigilnya malam menyelimutiku. Saat dimana kamu menemaniku memasak, meminta dibuatkan secangkir kopi hitam, aku mengingatnya, saat dimana kamu menggodaku apakah aku benar bisa membuatkan kamu kopi hitam dengan rasa yang sesuai dengan seleramu. Apa aku terlihat tak pernah menyentuh dapur? Aku rasa iya, begitu lah pendapat kebanyakan mereka tentang ketidakmampuanku di dapur, tapi akhirnya kamu yakin bukan, bahwa aku bisa mengobati rasa laparmu atau sekedar menghangatkan kamu dengan segelas kopi hitam manis, yang jadi candumu, juga aku. Kamu selalu meengatakan bahwa ingin aku belajar memasak makanan kesukaanmu, kamu tahu aku tak pernah suka makanan manis, tapi apa mau dikata jika itu yang menjadi kesukaanmu, akhirnya akupun belajar untuk meracik makanan yang tak pernah sesuai dengan cita rasa lidahku. Apa kamu mengingat jika kamu pernah memesankan aku ayam kalasan manis, makanan yang membuat mama khawatir karena beberapa hari setelahnya aku kehilangan nafsu makanku, aku tak pernah mengeluh, aku belajar untuk menyesuaikan seleramu. Kamu tau mengapa?, karena kamu juga telah belajar menyesuaikan kebiasaanku, menonton film, menjadi autis di toko buku, atau menjadi pecinta alam yang sering menikmati ketinggian meski berawal dari phobia ketinggian itulah kamu untuk seorang nona pemimpi, tuan.


Kamu pernah mengatakan bahwa kamu ingin menemaniku berada diketinggian, apakah kamu tak ingin aku sendirian berada disana lagi tanpa kamu? Atau mungkinkah kamu takut jika diperjalanan aku menemukan sosok seperti yang lampau, yang bisa menemani aku menikmati nikmatnya ketinggian yang jadi canduku? Mungkin keduanya. Tapi ku pastikan bahwa tak mengapa jika kamu hanya ingin menemaniku sebatas ranu kumbolo, yang terpenting bagiku, kamu adalah orang yang Tuhan izinkan untuk hadir dipikiranku saat aku mendaki tanjakan cinta menuju padang lavender, entah mengapa, aku pun tak tahu alasannya.


Hari ini ketika semua telah kita akhiri dalam semu, karena ternyata tak ada satu pun diantara kita yang berani untuk benar – benar mengakhiri cerita. Biarlah aku berjalan lurus kembali, menata dan mengejar impianku, begitu pun dengan kamu yang akan menjalani kehidupan kamu. Boleh aku meminta sesuatu padamu? Jangan pernah biarkan dirimu terpaku ditempat yang dulu ya, karena aku ingin kamu menggapaiku ditempat dimana aku akan mengejar impianku. Aku tak ingin kembali mendengar jika kamu menganggap aku terlalu tinggi untuk kamu gapai, karena aku telah memilih kamu tuan, satu orang yang bersedia aku racik secangkir kopi hitam untuk mengobrol denganku, satu orang yang kuharap akan menemaniku menapak mahameru kembali, tentunya dengan rasa yang baru, tak lagi sepi. Aku tak pernah menjadi tinggi untuk kau gapai meski aku berlari dengan impianku, karena setinggi apapun aku yang kau anggap sempurna, aku tetaplah tuan puteri nan manja yang akan selalu bersandar di pelukanmu, aku yang akan selalu mengulurkan tangan untuk kau genggam, suatu hari nanti.


#Untuk penantian bagi tuan pecinta kopi, pemilik kesetiaan di lingkaran ketiga, tetaplah menjadi yang tersabar untuk nona.....
#Dari nona pemimpi pemilik keseimbangan rasa di lingkaran kesepuluh yang rindu akan cemburunya sikap tuan.....


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar