Ketinggian
memberikan segenggam ketenangan dalam kesejukkan alam semesta, memberikan
kesadaran akan kebesaran Allah dengan segenap rasa syukur atas nikmat kehidupan
yang telah kurasakan hingga mampu menikmati keindahan alam semesta di Mahameru.(12 Juli – 15 Juli 2012).
Sebuah
kesempatan yang tak pernah kubayangkan sebelumnya, tentang sebuah mimpi yang kini telah menjadi nyata dikehidupanku.
Berawal dari keinginanku semasa kecil untuk menapakkan kaki di tanah jawa,
menjelajah bukit serta gunung tinggi menjulang yang kulihat di lembar – lembar
foto abangku. Menyeruak perasaan iri yang kemudian membuatku memberanikan diri
untuk bermimpi menatap keindahan sang khalik diatas ketinggian. Sebuah mimpi
akan mampu menjadi sebuah kenyataan ketika kita terus berani melangkah untuk
mengukirnya dalam kisah kita. Impian itulah yang kini membawaku menapakkan kaki
diatas ketinggian penuh kedamaian serta memotretnya dengan kedua indra yang
begitu sempurna Allah karuniakan bagiku.
Selasa
(12 Juli 2012), aku masih disibukkan dengan rutinitasku dikampus yang tak
kunjung usai meski liburan tahun ajaran baru telah dimulai. Dipikiranku masih
menyeruak sebuah keinginan yang diselimuti keraguan tentang tawaran seorang
teman untuk menatap Mahameru, sebuah gunung tertinggi yang merupakan gunung
impianku dimasa kecil. Keinginan itu sempat memudar seiring keberatan yang mama
ucapkan pada ku sesaat sebelum aku kembali ke Malang. Dalam kesibukkan jemariku
menyelesaikan deadline berita sebelum liburan, masih terbayang ketinggian Semeru
nan mempesona. Siang itu jarum jam menunjukkan pukul 10.00 am disaat jemariku
meraih handphone sembari menghubungi mama. Bukannya aku ingin menjadi putri
yang bandel seperti sebelumnya yang pergi
hiking tanpa izin beliau, namun kali ini aku hanya ingin mencoba meyakinkan
bahwa aku benar – benar ingin mengunjungi Mahameru sebagaimana yang mama tahu
tentang keirianku pada foto – foto yang kudapatkan di saat kecil. Betapa senang
rasanya karena setelah beberapa lama memohon akhirnya mama mengizinkan aku
untuk mengikuti perjalanan ke Semeru. Aku langsung bergegas menuju poliklinik
kampus untuk meminta surat keterangan sehat agar dapat melakukan perjalanan ke Semeru.
Sebagai salah satu gunung yang berada dibawah naungan cagar alam bromo, gunung Semeru
mengharuskan para pendaki untuk memenuhi serangkain prosedur agar semua
pengunjung benar – benar terdaftar di pos registrasi.
Setelah menyiapkan semua kebutuhan di base camp serta memastikan semua peserta berkumpul, akhirnya sekitar pukul 11.00 pm kami berangkat menuju Tumpang untuk mencari kendaraan yang akan membawa kami ke Ranu Pane. Setelah menunggu cukup lama akhirnya Rabu (13 Juli 2012), sekitar pukul 04.00 am kami mendapatkan sebuah truk yang bersedia mengantarkan kami menuju Ranu Pane dengan biaya Rp. 30.000/ orang. Seusai menunaikan sholat subuh di salahsatu masjid dekat pasar Tumpang kami langsung menuju Ranu Pane. Menempuh perjalanan selama kurang lebih 2 jam akhirnya kami sampai di Ranu Pane, sepanjang perjalanan mataku benar – benar dimanjakan oleh pesona Bromo yang sangat memukau dihiasi kesederhanaan penduduk setempat yang mayoritas beragama hindu. Betapa tidak aku merasa sangat miris dengan keadaan mereka, melihat keadaan sekolah anak – anak disana yang berpakaian sangat sederhana meski aku tahu ada segenggam harapan penuh semangat d`lam tatapan lembut bocah – bocah kecil didepanku.
Setelah menyiapkan semua kebutuhan di base camp serta memastikan semua peserta berkumpul, akhirnya sekitar pukul 11.00 pm kami berangkat menuju Tumpang untuk mencari kendaraan yang akan membawa kami ke Ranu Pane. Setelah menunggu cukup lama akhirnya Rabu (13 Juli 2012), sekitar pukul 04.00 am kami mendapatkan sebuah truk yang bersedia mengantarkan kami menuju Ranu Pane dengan biaya Rp. 30.000/ orang. Seusai menunaikan sholat subuh di salahsatu masjid dekat pasar Tumpang kami langsung menuju Ranu Pane. Menempuh perjalanan selama kurang lebih 2 jam akhirnya kami sampai di Ranu Pane, sepanjang perjalanan mataku benar – benar dimanjakan oleh pesona Bromo yang sangat memukau dihiasi kesederhanaan penduduk setempat yang mayoritas beragama hindu. Betapa tidak aku merasa sangat miris dengan keadaan mereka, melihat keadaan sekolah anak – anak disana yang berpakaian sangat sederhana meski aku tahu ada segenggam harapan penuh semangat d`lam tatapan lembut bocah – bocah kecil didepanku.
Setibanya
di Ranu Pane kami harus menyelesaikan beberapa persyaratan yang telah
ditetapkan di pos administrasi. Setelah menunggu semua anggota kelompok kami tiba
di Ranu Pane akhirnya perjalanan menuju Ranu Kumbolopun dimulai sekitar pukul
03.30 pm. Setelah menempuh perjalanan dengan medan yang aku rasa cukup nyaman
selama kuarng lebih dua jam akhirnya tepat pukul 5.30 pm kami tiba di pos 1. Kabut dingin mulai menyelimuti tubuh kami,
sebelum melanjutkan perjalanan menuju pos 2 kami tak boleh melupakan kewajiban
kami untuk menunaikan ibadah sholat maghrib terlebih dahulu setelah itu
perjalanan dengan bantuan senterpun kembali dimulai. Dalam perjalanan menuju pos
2 kami menemukan beberapa tanjakan yang cukup membuat kami kesulitan, mungkin
kesulitan ini lebih dikarenakan kondisi yang mulai gelap serta udara yang
semakin dingin, terutama bagi pernapasanku.....
Menempuh
perjalanan selama 3 jam setelah pos 1 kami sadari sangat lambat karena kondisi
langit yang semakin pekat ditemani udara yang tak kalah menyesakkan
pernafasanku. Jarum jam telah menunjukan pukul 09.00 pm ketika kami memutuskan
untuk mendirikan tenda di pos 3, kami menyadari sulit untuk melanjutkan perjalanan
ditengah gelapnya malam. Aku menikmati perjalanan ini, perjalanan dimana aku
mampu kembali menikmati indahnya kerlip bintang dengan sangat indah, apalagi diketinggian dan heningnya malam yang
membawa aku mengenang masa – masa kecil dimana aku dulu selalu menikmatinya ditepi hutan kecil
disamping rumah.
Kamis (14
juli 2012), jarum jam baru menunjuk angka 06.00 ketika kami kembali berkemas
untuk kembali melangkahkan kaki kami menyusuri jalan setapak yang telah
menyiapkan sajian indahnya bagi kedua bola mata kami. Baru saja mengawali
perjalanan pukul 06.30 am kami langsung dihadapkan pada tanjakan kecil yang
sangat bersahabat, ditemani dengan sekotak susu dan sepotong roti yang kami nikmati bersama
sepanjang perjalanan membuat kami harus kembali mengatur nafas baik – baik agar
tetap mampu berjalan tanpa banyak beristirahat. Perjalanan menuju pos 4 aku
rasa sangat bersahabat karena sepanjang perjalanan kami telah disambut oleh
lukisan indah yang dilukis dengan penuh kesempurnaan oleh sang khalik.
Tanpa
kami sadari kami sudah dipertemukan dengan sebuah turunan yang cukup tinggi
yang kemudian mengantarkan kami pada tepi Ranu Kumbolo yang indah. Berhenti
sejenak untuk menikmati segarnya udara pagi dengan bermain dengan kesegaran air
danau menghilangkan semua kelelahan kami. Setelah beberapa waktu menikmati
keindahan alam disekitar danau dengan sandaran sebuah batu besar disana kami
memutuskan untuk segera menuju lokasi perkemahan yang tak jauh dari tempat kami
beristirahat. Dalam hitungan beberapa menit setelah melewati sebuah bukit
akhirnya kami tiba juga di bumi perkemahan Ranu Kumbolo, disana sudah berdiri
tenda yang berwarna warni bagaikan lapisan pelangi yang menyatukan para pendaki
dari berbagai daerah tak hanya dari Indonesia. Merabahkan sesaat tubuh ini
sembari menikmati sedikit bekal yang kami bawa sebelum akhirnya kami
melanjutkan perjalanan menuju tanjakan manis yang terlihat sangat pendek akan
tetapi juga akan sangat menyesakkan.
Kalian pasti akan bertanya – tanya kenapa tanjakan yang cukup membuat napas ku
tersengal – sengal itu dinamakan Tanjakan Cinta, terdengar sangat romance ya sebagaimana kisah yang
dipercayai sebagian orang tentangnya. Ada yang bilang kalau kita membayang
wajah seseorang yang kita cintai ketika kita mendaki tanjakan itu maka kita tak
akan kehilangan sosok yang kita bayangkan, hmm bener nggak ya, tapi aku
binggung mo bayangin siapa ya pas mendaki tanjakan itu....hehehe (^_-)
Setelah
mengatur sedikit nafas yang dikacaukan oleh Tanjakan C intakamikembali dimanjakan dengan padang safan yang
mempesona, tapi sebelum kami menyentuh padang yang indah itu kami harus kembali
menuruni tanjakan yang cukup ekstream juga kalau buat didaki. Setelah menarik
nafas panjang kami benar – benar menikmati hembusan angin yang disuguhkan
dengan hangatnya sinar mentari siang itu. Disepanjang perjalanan kami nggak
hanya ditemani tanaman safana loh,
akantetapi kami juga dimanjakan dengan pohon cemara dan bunga edelwies
yang menjadi ikon bungan keabadian.
Setelah
menyusuri jalan setapak dibawah sinar mentari yang membelai kulit kami dengan
kehangatannya selama beberapa jam, akhirnya sekitar pukul 02.00 pm perjalanan
kami berakhir di bumi perkemahan Kili Mati, disana telah berdiri beberapa tenda
para pendaki yang hendak atau malah sudah menyelesaikan pendakiannya hingga
puncak Mahameru. Susasana hangat penuh kekeluargaan sangat aku rasakan antar
pendaki, para pendaki dari berbagai daerah yang berbeda mampu saling berbagi
cerita tentang hobi bahkan kota asal mereka dengan sangat hangat, semua sangat
menyenangkan.
Setelah mendirikan tenda kami segera menyiapkan makan siang yang sudah sangat terlambat ini, sementara beberapa diantara kami segera menuu Kili Mani untuk mengambil air. Ya Kili Mani adalah sumber air yang sangat segar, belum pernah aku merasakan air sesegar air dari Kili Mani. Usai menyelesaikan makan yang sangat nikmat itu serta menunaikan sholat akhirnya aku terlelap dalam lelahku.
Setelah mendirikan tenda kami segera menyiapkan makan siang yang sudah sangat terlambat ini, sementara beberapa diantara kami segera menuu Kili Mani untuk mengambil air. Ya Kili Mani adalah sumber air yang sangat segar, belum pernah aku merasakan air sesegar air dari Kili Mani. Usai menyelesaikan makan yang sangat nikmat itu serta menunaikan sholat akhirnya aku terlelap dalam lelahku.
Ketika
gelap mulai menyelimuti langit Kili Mati dengan ditemani hembusan angin yang
mampu menusuk setiap sendi tulang dengan dinginnya kami sudah harus bersiap –
siap melanjutkan perjalanan menuju puncak Mahameru. Gunung Mahameru memang
merupakan salahsatu gunung di Indonesia yang masih aktif mengeluarkan isi
perutnya yang panas sehingga kami para pendaki hanya diperbolehkan mendaki
sampai batas jam 09.00 am dan setelah itu kami harus meninggalkan puncak demi
keselamatan kami.
Perjalanan kami mulai sejak pukul 12.00 am dengan menapaki tanjakan – tanjakan pasir sepanjang perjalanan menuju Arco Podho. Perjalanan menuju Arco Podho berlanngsung lebih cepat dari rencana yang kami targetkan akan mengahbiskan waktu selama 2 jam, namun pukul 01.30 am kami telah melewati Arco Podho meski dengan udara yang sangat dingin ditambah pasir yang kembali menyulitkan langkah kaki kami dalam pekatnya malam. Dalam perjalanan kami menikmati bintang yang sangat indah malam itu akan tetapi perjalanan ala anak bayi berusia 3 tahun yang merayap di tanjakan penuh pasir harus seegera kami mulai sejak jarum jam menunjukkan pukul 02.30 am. Ditemani cahaya senter serta masker dan jaket tebal kami menikmati detik demi detik menapak sedikit demi sedikit puncak Mahameru yang sangat miring. Dari atas kita dapat menikmati cahaya – cahaya dari senter yang saling berpedaran membentuk kelokan cahaya menuju puncak, meski harus terus merayap dengan kedua kaki dan tangan diantara pasir dan batu yang sangat berbahaya jika kita tak berhati – hati. Masih terbayang hingga hari ini bagaimana aku menyaksikan para pendaki berusaha untuk terus melewati dti demi detik malam itu dengan merayap dan kemudian beristirahat sejenak di beberapa titik yang jarang sekali diras aman untuk benar – benar duduk. Sekitar pukul 06.30 am aku telah mencampai puncakku, kata mas vian sich Cuma kurang 1 jam lagi aku bisa mencium harumnya puncak Mahameru akan tetapi entah mengapa aku merasa sangat kelelahan terutama dibagian pernapasan ku yang semakin melemahkan aku.
Perjalanan kami mulai sejak pukul 12.00 am dengan menapaki tanjakan – tanjakan pasir sepanjang perjalanan menuju Arco Podho. Perjalanan menuju Arco Podho berlanngsung lebih cepat dari rencana yang kami targetkan akan mengahbiskan waktu selama 2 jam, namun pukul 01.30 am kami telah melewati Arco Podho meski dengan udara yang sangat dingin ditambah pasir yang kembali menyulitkan langkah kaki kami dalam pekatnya malam. Dalam perjalanan kami menikmati bintang yang sangat indah malam itu akan tetapi perjalanan ala anak bayi berusia 3 tahun yang merayap di tanjakan penuh pasir harus seegera kami mulai sejak jarum jam menunjukkan pukul 02.30 am. Ditemani cahaya senter serta masker dan jaket tebal kami menikmati detik demi detik menapak sedikit demi sedikit puncak Mahameru yang sangat miring. Dari atas kita dapat menikmati cahaya – cahaya dari senter yang saling berpedaran membentuk kelokan cahaya menuju puncak, meski harus terus merayap dengan kedua kaki dan tangan diantara pasir dan batu yang sangat berbahaya jika kita tak berhati – hati. Masih terbayang hingga hari ini bagaimana aku menyaksikan para pendaki berusaha untuk terus melewati dti demi detik malam itu dengan merayap dan kemudian beristirahat sejenak di beberapa titik yang jarang sekali diras aman untuk benar – benar duduk. Sekitar pukul 06.30 am aku telah mencampai puncakku, kata mas vian sich Cuma kurang 1 jam lagi aku bisa mencium harumnya puncak Mahameru akan tetapi entah mengapa aku merasa sangat kelelahan terutama dibagian pernapasan ku yang semakin melemahkan aku.
Bagiku
sudah cukup menyenangkan dengan puncak yang kugapai hari itu, meski belum
mencapai puncak bagi semua pendaki. Meski tak menikmati keindahan puncak
Mahameru tapi paling tidak aku telah menikmati keindahan sunrise di perjalanan
menuju puncak Mahameru yang sangat indah mengahamparkan gumpalan – gumpalan
awan yang saling berarak – arakan menyusuri lazuardi subuh itu.
Ternyata
untuk menuruni puncak Mahameru aku harus terjatuh lebih dari 3 kali, serasa
main ice skating akan tetapi bedanya ini debu yang kalau aku jatuh selain sakit
aku juga akan makan debunya. Nggak perduli tentang semua debu yang mengisi
sepatu yang aku gunakan yang terpenting aku ingin kembali lagi suatu hari nanti
untuk mencapai puncak Mahameru, bukan lagi puncak resti. Sekitar pukul 06.00
am, aku tiba di bumi perkemahan Kili Mati untuk segera menikamti makan pagi
usai makan debu semalaman. Usai melahap dengan rakusnya makan pagi di tenda
kami segera berkemas untuk kembali menuju Ranu Kumbolo. Menyusuri setiap tapak
jalan yang telah kami lalui beberapa hari lalu membuat aku merindukan mama,
entah mengapa......
Jarum
jam baru saja menunjukkan pukul 04.50 pm ketika kami tiba di Ranu Kumbolo,
namun disana suah ramai sekali teman – teman pendaki yang ternyata baru saja
menyelesaikan upacara pengibaran bendera sang saka merah putih bersama teman –
teman jejak petualang. Setelah mengatur nafas kami selama beberapa menit kami
segera mendirikan tenda dan menyiapkan makan malam. Udara sejuk dan pekatnya
malam di Rnu Kumbolo aku rasa tak kalah indah ketika di Kili Mati, dengan
pemandangan danau yang dipenuhi kabut pekat sembari menikmati indahnya warna
kembang api yang menghiasi langit kami bersama. Meski aku rasakan ada yang
kurang malam ini karna beberapa teman kami memutuskan untuk kembali mendaki ke
puncak Mahameru, so aku harap mbak Iffah senang ya dengan pendakiannya ke
puncak Iffah....
Melewati
malam yang dingin bersama para pendaki lain sangat menyenangkan, apalagi ketika
pagi menjelang dengan kabut yang menyelimuti Ranu Kumbolo dengan
anggunnya. Kutangkap ada beberapa
pendaki yang menikmati danau sembari duduk ditepian bersama kesabarannya
memancing ian di danau ini, ya ikan di danau ini aku rasa cukup besar dan
menyenangkan bila bisa menguji kesabaran dengan duduk bersama pancingan.
Hari
mulai sore ketika kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan pulang ke Ranu
Pane, namun berbeda dengan perjalanan sebelumnya kali ini semua terasa sangat
cepat, meski aku mengalami sedikit kesulitan ketika udara mulai kembali dingin dihiasi kabut yang
kembali menyelimuti perjalanan kami.
Namun tak lama kemudian udara kembali normal sehingga aku tak kesulitan mengatur nafasku kembali. Perjalanan selama 3 jam telah mengantarkan kami untuk kembali berjumpa Ranu Pane, tampak beberapa pendaki sedang bernegosiasi dengan para pemilik hartop dan truk agar bersedia membawa mereka kembali ke Tumpang sementar yang lainnya sibuk melapor bahwa mereka telah kembali dari pendakian bahkan sebagian besar sedang sibuk menikmati makan siangnya.
Namun tak lama kemudian udara kembali normal sehingga aku tak kesulitan mengatur nafasku kembali. Perjalanan selama 3 jam telah mengantarkan kami untuk kembali berjumpa Ranu Pane, tampak beberapa pendaki sedang bernegosiasi dengan para pemilik hartop dan truk agar bersedia membawa mereka kembali ke Tumpang sementar yang lainnya sibuk melapor bahwa mereka telah kembali dari pendakian bahkan sebagian besar sedang sibuk menikmati makan siangnya.
Sebagaimana
daun yang selalu ikhlas mengikuti setiap alunan yang angin mainkan untuknya,
seiring dengan perjalana n kehidupan yang tengah kita nikmati hingga detik ini.
Dengan sedikit aroma pembeda bahwa aku adalah khalifah yang dianugerahkan
nikmat akal oleh pemahatku, lewat akal inilah aku mulai memahami setiap nikmat
yang kutemukan sepanjang perjalananku. Hari ini aku kembali menorehkan beberapa
hal dipiiran dan hatiku tentang betapa indahnya memahami siapa diriku sendiri,
tentang emosi jiwa yang harus benar- benar aku pahami ketika aku sedang
diselimuti kelelahan agar aku mampu menjaga setiap nikmat tuhan lewat tutur
kata serta sikap yang harus tetap santun dan anggun.
Tak lupa sederet
ungkapan syukur kepada
·
Allah SWT yang telah memberikan
aku kesempatan menikmati indah goresan tanganNya, memberi aku nikmat kehidupan
hingga aku berkesempatan memahami setiap makna dibalik goresan kanvasnya yang megah.
·
Mama dan Bapak yang telah
dengan ikhlas mengizinkan putri yang selalu memaksakan egonya demi apa yang ia
impikan, aku selalu bersyukur karena Allah mempercayakan aku dengan kedua
malaikat yang teramat percaya atas segala yang kupilih hingga detik ini.
·
Mbak iffah yang nanti harus
nemenin resti jalan – jalan lagi ya buat mengijakan kaki dipuncak semua orang
yang juga harus menjadi puncak kita.
·
Mas Anto, abang yang selalu
membuat aku iri lewat dokumentasi berbagai perjalanannya, salahsatunya adalah
puncak Mahameru, next pulau komodo pasti akan aku nikmati. Makasih atas rasa
iri yang telah membawa aku menimati semua dengan bola mataku sendiri.
·
Mas vian yang udah baik banget
mau ngajak aku ikut serta dalam berbagai perjalanan menyenangkan, smoga nggak
kapok ya ngajak aku meski aku sering nyusahin...heheh
·
Dan nggak lupa thanks buat
semua temen2 yang ikut serta dalam perjalanan ke Mahameru
Dan yang pasti oksigen ku nggak kepakek....wkkwkw
Tidak ada komentar:
Posting Komentar