Sabtu, 07 September 2013

Terluka Pemintal Sendiri

Aku tak mengerti dimana semua bermula, hingga akhirnya aku berada dalam satu gerbong yang beriringan dengan gerbongmu. Menikmati sebuah perjalanan tak singkat, melewati berbagai titik yang tak pernah ku tau sebelumnya.
Aku juga tak pahami bagaimana cara mengakhiri perjalanan ini, terlalu menikmati, rumit. Berbincang dalam sunyi , sekejap. Dalam rasa yang masih terpaut dan terjaga. Lisan ini terlalu sombong untuk menunjukkan kemampuannya, ia tinggi, sulit tuk digapai.
Aku dan kamu bukan ahli nujum yang hebat dalam menerka, aku tak jua mampu membaca isi hati dan jalan pikiran mu, gumpalan benang, sepi. Membusuk dalam senyap kotak lama yang mulai usang, meringkuk, tak bersuara.
Peri peri kecil kembali mencumbu mesra aku malam ini, sebagaimana mereka pernah menyentuh kita dalam mesra beku dan gelapnya perputaran roda. Masih bisakah aku mendampingimu, meski tak lagi nyata disisimu.
Teramat luka menatap penatmu, masih bisakah aku menyentuh pundakmu yang dulu selalu jadi sandaran senduku, sekedar mengurangi lelahmu setelah berhari – hari tenggelam dalam hingar bingar dunia yang kau cintai.
Taukah engkau bagaimana melihat wajahmu semalam dengan rasa yang tak begeser barang satu centi, terkunci dalam tatapan hening, tiga puluh detik. Sentuhan itu kembali, masih sama rasanya, masih sama candunya, tak berkutik menahan rindu dan perih. Hadir tanya, tak lelah kah aku menangis pilu atas sebuah akhir yang membuat kita tak lagi saling menopang, aku lelah, tak mampu berpindah.
Andai pintu ajaib si kucing manis bernama doraemon mampu kumiliki mungkin aku akan meminta untuk dia memutar waktu, kembali lampau, atau kedepan lebih cepat. Salah jika aku masih merajut bunga dengan namamu meski tangan tergores karena pemintalnya. Aku masih tersenyum meski kau tau pasti yang terjadi, gejolak yang akan selalu kau pahami. Bahwa tak pernah mudah mengubah rasa, bagiku, mungkin bagimu.
#Dalam Gerbong Perjalanan Tiga Tahun Merajut Rasa Bersama mu schatje ♥

Tidak ada komentar:

Posting Komentar